Ngono Yo Ngono Tapi Yo Ojo Ngono - Kata yang sangat simpel, tapi sarat akan makna yang sulit sekali kita pahami. Suatu kata yang dilontarkan oleh orang jawa dan ditujukan kepada seorang yang melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan hati, tapi sebetulnya lebih dari itu.
‘ngono yo ngono tapi yo ojo ngono’
Boleh begitu tapi jangan seperti itu, mungkin itu makna leksikal dari kata diatas. Sebuah batasan yang dibuat atas datas perijinan pada kata pertama. Kata pertama adalah suatu kata yang mengijinkan seseorang itu melakukan perbuatan tersebut, tetapi mendadak kata-kata berikutnya adalah sebuah batasan kalau memang tidak bias disebut sebagai larangan untuk kata yang mendahuluinya.
Bukan itu sebetulnya yang dimunculkan disini, sebab itu bisa diartikan sebagai pembolehan yang dilarang, atau dilepas kepalanya tapi ekor tetap dipegang. Bukan, sekali lagi orang jawa memunculkan kata itu bukan untuk hal tersebut tetapi lebih kearah maknawi dari sebuah kalimat secara utuh.
Ngono yo ngono tapi yo ojo ngono, lebih diartikan pada dua tataran pemaknaan. Suatu tataran yang selalu dibuat oleh komunitas jawa, yaitu tataran lahiriah dan batiniah. Dua tataran yang selalu berjalan bersama layaknya yin dan yang di Cina, atau keseimbangan alam di India.
Pada tataran pertama, diterangkan bahwa manusia boleh melakukan hal tersebut dengan sebebas-bebasnya sesuai dengan kata ‘ngono yo ngono’, pada tataran ini dipersilahkan semua orang tanpa kecuali dapat melakukan semua kegiatan tanpa batasan yang jelas, boleh diartikan boleh berbuat tanpa batas. Ya tataran inilah yang disebut tataran duniawi atau tataran lahiriah, sebuah tataran yang dimaknai sebagai sebuah aksi dalam perbuatannya di dunia ini, sehingga hasil atau produk yang diciptakan merupakan tolak ukur dalam penilaian keberhasilan suatu kegiatan.
Pada tataran kedua, diterangkan bahwa manusia tidak boleh melakukan sesuatu hal dengan batasan tertentu bahkan cenderung tidak jelas, sesuai dengan kata ‘tapi yo ojo ngono’, pada tataran ini dibatasi semua perbuatan oleh siapapun untuk melakukan apapun tanpa kecuali.
Berbeda dengan tataran pertama, tataran inilah tataran ukhrowi/akherat/batiniah, suatu tataran yang akan menitikberatkan pada suatu proses yang dilakukan untuk menuju kepada suatu hasil, jadi titik beratnya adalah pada proses bukan hasil. Pemaknaan batiniah adalah suatu batasan yang cenderung tidak jelas sehingga dalam kalimat tersebut tidak disebutkan itu apa (…..ojo ngono). Batasan inilah yang dibuat oleh agama, kultur, kebiasaan, dan tingkah serta olah roso-bowo. Bukankah itu semua akan berbeda untuk tiap orang dalam pemaknaannya, maka orang jawa tidak akan berani membuat batasan yang nyata.
Singkat kata, kata yang disusun dengan perlawanan tersebut telah memberi kita suatu pelajaran bahwa tiap tindak tanduk kita ini seyogyanyalah diartikan dalam dua tataran sekaligus, yaitu tataran duniawi dan tataran ukhrowi. Selain itu dalam setiap menjalaninya kita tetap harus berpandangan bahwa setiap tindakan/perkataan/pikiran kita takan menghasilkan sesuatu (produk/duniawi) yang akan kita pertanggungjawabkan caranya (proses/ukhrowi) kepada sesama dan kepada tuhan yang memiliki jiwa setiap manusia. sumber
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment